Senin, 22 Oktober 2012

Multikulturalisme

Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Definisi
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).
Jenis Multikulturalisme

  1.  Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
  2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
  3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
  4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
  5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Multikulturalisme di Indonesia
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena :
1.       Letak geografis indonesia
2.       Perkawinan campur
3.       Iklim

akulturasi psikologis

Akulturasi Psikologis
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: “ψυχή” (Psychē yang berarti jiwa) dan “-λογία” (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Jadi akulturasi psikologis adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan perilaku tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu perilaku asing. Perilaku asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam perilakunya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur periaku kelompok sendiri. Singkatnya terdapat perpaduan antara perilaku sendiri dengan perilaku asing, tanpa menghilangkan unsur perilaku kelompok sendiri.


Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:
1.       Faktor Intern 
·         Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
·         Adanya penemuan baru. Discovery : penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada.
·         Invention : penyempurnaan penemuan baru. 
·         Innovation : pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
·         Konflik yang terjadi dalam masyarakat.
·         Pemberontakan atau revolusi

2.       Faktor Ekstern 
·         Perubahan alam
·         Peperangan

Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi(pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi(pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).

Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi dalam taraf individu adalah faktor-faktor kepribadian seperti toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang berbeda nilai.

Jadi, akulturasi psikologis adalah akulturasi yang terjadi pada psikologis seseorang atau suatu mayarakat, misalnya seseorang yang merantau akan terpengaruh dengan budaya yang ada ditempatnya merantau secara psikologis, seperti pola berpikir atau sifatnya, tetapi tidak membuat ia berubah seutuhnya menjadi seperti orang-orang asli ditempat tersebut.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
              http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-yang-mempengaruhi-akulturasi.html

Akulturasi dan relasi internakultural

 1. Pengertian Akulturasi dan Relasi Interkultural
Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Sedangkan Menurut Definisi lain menyatakan bahwa Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan.
Sedangkan Pengertian Hubungan antar Budaya (relasi interkultural) adalah Peristiwa yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antar budaya local maupun budaya asing contohnya : antar Budaya Jawa-sunda, Sunda Minang, Jawa- Minang, Betawi – Jawa dan lain sebagainnya
Hubungan Tersebut di mungkinkan dikarenakan karena adanya suatu kesatuan / perkelompok manusia yang saling berhubungan dan terjadilah Akulturasi kebudayaan dan Asimilasi budaya dikarenakan adalah :
  1. Manusia mahluk yang Berbudaya karena memiliki akal, nurani dan Kehendak.
  2. Kebudayaan itu berasal dari bahasa sansekerta yang berartikan Budi dan Akal.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta , rasa , dan karsa manusia.
  1. Manusia dan kebudayaan merupakan dwi tunggal karena keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, dimana ada sekelompok manusia/suatu organisasi maka di suatu organisasi/kelompok tersebut akan menghasikan kebudayaan masing-masing.
  2. Kebudayaan sangat berguna bagi masyarakat atau manusia untuk melindungi diri terhadap alam mengatur hubungan antara manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.
  3. Kebudayaan yang hidup dan berkembang pada suatu suku bangsa di setiap daerah disebut dengan kebudayaan lokal.
  4. Hubungan antar budaya dapat terjadi melalui : difusi dan akulturasi (percampuran antara 2 budaya atau lebih yang dapat menghasilkan budaya yg baru dan tanpa meninggalkan budaya yang lama atau sebelumnya).
  5. Unsur-unsur pokok atau inti inti suatu kebudayaan dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di dunia maka itu dapat disebut dengan kebudayaan universal (cultural universal).
 2.     Bentuk-bentuk akulturasi  dan Relasi Interkultural yang terjadi di Indonesia yaitu :
1.     Seni Bangunan
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut.
Contoh :
  1. Candi Singasari adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 – 1268. Dilihat dari candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana). Unsur Indonesia asli adalah Menhir, sedang unsur India Prasasti dan tiang untuk menambatkan binatang kurban.
  2. Lingga dan Yoni (lambang kesuburan). Unsur India adalah Lingga Yoni sedang unsur Indonesia asli adalah Alu dan Lumpang.
 2.   Seni rupa/Seni lukis
Unsur seni rupa dan seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya patung Budha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Budha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Pada Candi Borobudur tampak adanya seni rupa India, dengan ditemukannya relief-relief ceritera Sang Budha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena tidak  pernah ditemukan pada candi-candi yang terdapat di India. Juga relief pada Candi Prambanan yang memuat cerita Ramayana. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang.
3.        Seni sastra
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh Punakawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng.
 4.   Sistem Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka, di Indonesia yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun Saka tidak didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana (tahun Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis lurus. Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau konogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adala angka huruf berupa susunan kalimat atau gambar kata. Contoh tahun Candra Sangkala adalah “Sirna Ilang Kertaning Bumi” sama dengan 1400 (tahunsaka) dan sama dengan 1478 Masehi. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka ·
5.   Bahasa
 Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta digantikan oleh bahasa Melayu Kunoseperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
3.   Teori Komunikasi Antar Budaya
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu: 1. Jarak kekuasaan (power distance) 2. Maskulinitas 3. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) 4. Individualisme.
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes.
1. Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2. Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
3. Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi.

daftar pustaka : 
 

Senin, 01 Oktober 2012

Transmisi budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan. (lintas budaya)

Transmisi budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan.
Bentuk Transmisi Budaya :
1. Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.

2. AKULTURASI
Kehadiran orang Belanada di Indonesia, yang kemudian jadi penguasa, sangat mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangaunan tradisional, serta fungsi ruangannya. Selain itu, alat perlengkapan rumah tangga yang biasa dipakai sehari-hari oleh rakyat pribumi juga mengalami perubahan. Lalu tujuh unsur universal yaitu bahasa, peralatan&perlengkapan hidup, matapencarian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian , ilmu pengetahuan dan religi juga ikut terpengeruh. Ketujuh unsur universal budaya itu bercampur dan percampuran antara kebudayaan Belanda dan Pribumi itulah yang disebut kebudayaan Indis.

Akulturasi yang terjadi antara budaya asing (Belanda) dan pribumi dapat dibilang cukup sukses, mengapa? Ya karena masing-masing budaya (Asing dan Pribumi) sama sekali tidak kehilangan ke khas-an nya. Contohnya pada masyarakat Jawa. Meski banyak sekali kedatangan para ‘tamu’ dari Eropa, Cina, Australia, dan India kebudayaan Pribumi Jawa dapat tetap bertahan. Local Genius pribumi Jawa mampu menanggapi kehadiran budaya asing secara aktif tanpa kehilangan kepribadiannya. Semua hal tadi menunjukan bahwa pribumi Jawa memiliki sikap open minded tolerance atau savoir vivre (lapang dada).
Bentuk bangunan.

Pengaruh budaya asing khususnya Belanda yang datang ke Indonesia cukup besar. Selain mempengaruhi tujuh unsur universal budaya, pengaruh budaya asing juga ‘menjalar’ pada tata bentuk (arsitektur) bangunan/tempat tinggal. Meskipun bentuk dasar bangunan/tempat tinggal masih tradisional, tetapi pada beberapa tata letak dan ornamen-ornamen yang terdapat di bangunan/tempat tinggal tersebut ada pengaruh dari budaya asing. Contohnya adalah sebelum masa itu rumah-rumah orang pribumi tidak dilengkapi atau ada tempat pembuangan (jamban) atau pun tempat mandi di sekitar rumah maupun di dalam lingkungan rumah atau kali pada pagi hari. Setelah masuknya kebudayaan asing dan terbentuknya kebudayaan indis, rumah-rumah para non-pribumi atau keturunannya sudah mulai memiliki tempat pembuangan dan tempat mandi yang terletak di dalam halaman rumah. Lalu pada tahun 1870 masyarakat mulai mengenal kamar mandi yang terletak di dalam rumah seperti yang kita kenal.
Lalu pada rumah-rumah tersebut biasanya ada ornamen atau hiasan bergaya eropa. Contohnya pada puncak atap rumah yang terdapat hiasan seperti ukiran dan pahatan patung atau juga bentuk-bentuk seperti menara kecil yang menjulang tidak begitu tinggi.

3. ENKULTURASI
Pada masa kebudayaan Indis, enkulturasi terjadi dilingkungan pendidikan dimana pengaruh teman sekitar bagi seorang anak lah yang akan ‘membentuk’nya. Kebiasaan hidup mewah misalnya, anak-anak pada masa itu melihat cara para orang dewasa berpakaian, cara atau kebiasaan para orang dewasa merayakan sesuatu dengan berpesta (minum bir bersama contohnya).

Pengaruh enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah perkembangan seseorang untuk tumbuh kembang dipengaruhi oleh proses kultur atau budaya yang di transmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dengan proses belajar.
Pengaruh akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah berubahnya kultur seseorang yang terjadi karena pengaruh asing. Hal itu terjadi karena adanya proses sosial dimana sesama manusia saling mempelajari kultur yang ada dalam lingkungan asing tersebut.
Pengaruh sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah kehidupan seorang manusia yang terus berjalan mempengaruhi bagaimana proses penanaman kebiasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya itu terjadi sehingga sosialisasi mempengaruhi peranan seorang individu dalam suatu kelompok masyarakat.

Awal masa perkembangan dan pola kelekatan (attachment) pada ibu atau pengasuh
Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya.
sumber :


Pengertian dan tujuan dari Psikologi Lintas Budaya dan hubungannya dengan disiplin ilmu lain. (lintas budaya)

Pengertian dan tujuan dari Psikologi Lintas Budaya dan hubungannya dengan disiplin ilmu lain.

 Pengertian dan Tujuan lintas budaya :
        Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.Psikologi lintas budaya juga cabang psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.
¢  Tujuan yang pertama yang paling nyata ialah pengujian kerampatan (generality) pengetahuan dan teori psikolos yang ada. Tujuan ini pernah diuraikan oleh J.W. Whiting (1968). Ia mengatakan bahwa kita menggunakan psikologi lintas budaya melaui penggunaan data “beragam orang dari seantero dunia semata-mata untuk menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan prilaku manusia”. Dawson (1971) mengajukan tujuan ini ketika menyatakan bahwa psikologi lintas budaya dirancang “agar kesahihan universal teori-teori psikologi dapat dikali secara lebih efektif.” Pandangan ini lebih jauh digaungkan olehSeggal dan kawan-kawan (1990), yang menyatakan bahwamengingat pentingnya budaya sebagai suatu penentu prilaku, para psikologi wajib menguji kerapatan lintas budaya dari asas-asas mereka sebelum menerapkan asas-asas itu”. 
Hubungan antara psikologi lintas budaya dengan disiplin ilmu lain :
¢Psikologi lintas budaya sama seperti dengan Psikologi budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi perilaku manusia. Namun psikologi lintas budaya tidak hanya mempelajari faktor budaya dengan prilaku tetapi faktor antar budaya atau perbedaan budaya yang mempengaruhi perilaku manusia.
¢Psikologi Sosial mempelajari tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya. Psikologi lintas budaya juga sama mempelajari individu dengan masyarakat selain itu juga mempelajari individu dengan atar masyarakat yang berbeda.
Ruang  Lingkup Antropologi psikologi sama dengan pengakajian secara psikologi lintas budaya (cross cultural) mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Meliputi masalah-masalah sebagai berikut :
¢Hubungan struktur sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola pengasuhan anak pada umumnya.
Hubungan antara struktur kepribadian rata dengan sistem peran (role system) dan aspek proyeksi dari dari kebudayaan
Perbedaan psikologi Lintas budaya dengan psikologi Indigenous:
Psikologi indigeneous
Indigenous Psychology merupakan suatu masalah yg di kaji melaui konteks kultural/budaya yg dapat memunculkan suatu teori untuk dapat menelaah suatu tradisi dari setiap budaya masyarakat timur .
Perbedaan psikologi Lintas budaya dengan antropologi.
Psikologi antropologi :
Antrpologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. 
Perbedaan psikologi Lintas budaya dengan psikologi budaya.
Psikologi budaya :
memahami keragaman budaya yang ada di dunia sekaligus dampak budaya tersebut terhadap kelangsungan masyarakat sosial dalam lingkup budaya tertentu. Sementara kalau dalam psikologi lintas budaya, pembahasannya seputar pengaruh lingkungan budaya terhadap perilaku individu. Fungsi dari lintas budaya sendiri kalau menurut saya untuk merentangkan toleransi kita ketika berhadapan dengan anggota masyarakat dari budaya yang berbeda dengan kita sendiri.

sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_lintas_budaya

Sabtu, 10 Maret 2012

Anak Diasuh Orang Lain Berpotensi Gangguan Mental

       Anak-anak yang dibesarkan oleh kerabat, dan bukan orang-tua mereka, menghadapi peningkatan resiko gangguan kesehatan mental dan fisik, kata beberapa peneliti AS.
       Para peneliti di University of Rochester School of Medicine and Dentistry mengambil kesimpulan tersebut setelah menganalisis data dari lebih 91.999 anak yang termasuk di dalam survei nasional 2007, demikian laporan HealthDay News, Minggu, sebagaimana diberitakan Oleh Xinhua-OANA.
Studi tersebut membandingkan anak-anak yang tinggal bersama kerabat mereka dengan anak yang dibesarkan setidaknya oleh salah satu dari orang-tua kandung mereka.
      Temuan itu memperlihatkan bahwa anak-anak yang tinggal bersama kerabat mereka, yang disebut "perawatan kerabat", memiliki kesehatan mental dan fisik yang secara keseluruhan buruk.
      Dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal bersama orang-tua mereka, anak di dalam "perawatan kerabat" lebih mungkin adalah orang kulit hitam yang berusia di atas 9 tahun, memiliki asuransi kesehatan masyarakat dan tinggal di rumah tangga dengan penghasilan pada atau mendekati angka kemiskinan, kata para peneliti itu.
Seperti mereka yang tinggal di tempat perawatan, anak yang tinggal di dalam "perawatan kerabat" mengalami sejumlah masalah kesehatan, demikian kesimpulan studi tersebut.
    "Anak-anak yang tinggal di `perawatan kerabat` memiliki keperluan perawatan yang lebih khusus, gangguan kesehatan mental seperti gangguan hiperaktif/penurunan perhatian dan depresi dan gangguan gigi dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal bersama orang-tua mereka," kata pemimpin peneliti Dr. Sara B. Eleoff di sekolah tersebut.
     "Anak-anak ini dan keluarga mereka mungkin memerlukan dukungan dan layanan tambahan," kata Eleoff.
     "Oleh karena itu, penyedia perawatan kesehatan, pendidik dan lembaga kesehatan masyarakat mesti menanyakan tentang situasi hidup anak-anak dan mempertimbangkan resiko keperluan khusus di kalangan anak-anak dalam `perawatan kerabat`," katanya.
      Sebanyak 2,8 juta anak di Amerika Serikat diperkirakan tinggal di dalam "perawatan kerabat", dan sebanyak 800.000 di tempat perawatan umum.
      Sedangkan Ria Enes menyampaikan pesan moral bahwa akibat salah salah asuh, orang tua bisa rusak mental anak, bersama boneka Susan saat menghibur sekitar seribu anak dalam acara Kumpul Seribu Bocah yang digelar oleh Dinas Pendidikan Kaltim dalam rangkaian peringatan Hardiknas di Stadion Madya Sempaja. Perkembangan kecerdasan dan mental seorang anak atau IQ/EQ sering dirusak para orangtua karena cara mengasuh, membimbing, serta membina anak pada "usia keemasan" (nol sampai enam tahun) dengan cara yang salah, yakni sekadar bicara bukan dengan sikap/teladan.
     "Menurut para ahli, usia menyerap anak pada usia keemasan, yakni sampai enam tahun mencapai 70-80 persen, yang efektif dibina dengan cara sikap atau teladan orangtua, bukan hanya sekadar perintah atau bicara, jadi ibu-ibu jangan merusak kecerdasan dan mental anak kita akibat kesalahan kita sendiri, Kalau kita perintahkan anak belajar, sementara orangtuanya nonton TV, pasti anak tetap ikut nonton TV. Kalaupun kita paksa anak belajar, kemungkinan besar anak akan menangis, ya Susan ya!" kata Ria menatap "Susan"." kata Ria Enes dengan boneka lucu yang dipegang di tangan kanannya.
    "Sementara itu "Susan" mengiyakan apa yang dikatakan Ria. Bahkan, Susan juga mengatakan jika orangtua menyuruh belajar, maka orangtua juga harus memberi contoh belajar agar anak mau mengikutinya, kalau ibu menyuruh saya belajar, ibu juga harus belajar, jadi kita sama-sama belajar," kata Susan, sang boneka yang disambut tawa ibu-ibu dan bocah yang terlihat kagum melihat pertunjukan suara perut itu.
Ia menambahkan bahwa anak-anak butuh keteladanan dan contoh sikap tersebut bagi seorang anak akan tertanam kuat dalam benaknya sampai mereka dewasa nanti.
   "Jika sejak kecil anak sudah terbiasa melihat orangtuanya berbuat apa saja, baik itu shalat dan mengaji, maka hal itu akan mereka ingat terus. Namun, apabila ayah dan ibunya sering berkelahi, maka kebiasaan orangtua akan terekam pula dan bisa terbawa menjadi sikap keras mereka saat dewasa," kata Ria melalui sang boneka Susan.
     Di lain pihak, panitia Kumpul Seribu Bocah, Sutikno, yang juga salah seorang Kasi di Disdik Kaltim, mengatakan bahwa salah satu tujuan dilakukan acara tersebut adalah, selain memberikan penyegaran terhadap anak tentang hiburan yang dibawakan oleh Ria Enes, juga memberikan tambahan ilmu kepada orangtua yang mengantar anaknya.
     "Cara mendongeng dan menyanyi lebih cepat mereka terima, baik bagi anak-anak, maupun para orangtua yang hadir pada acara ini. Dalam rangkaian peringatan Hardiknas ini kita ingin mengisinya dengan hal yang benar-benar bermanfaat bagi dunia pendidikan, yakni melalui pesan moral ini, bukan sekadar hura-hura," imbuhnya.
      Ia menjelaskan bahwa pendidikan di sekolah sifatnya hanya dukungan bagi perkembangan anak, tetapi mempersiapkan generasi muda, yang menjadi aset bangsa itu, berawal dari rumah atau kehidupan keluarganya.
     "Ketika memasuki dunia sekolah di SD, usia keemasan anak itu sudah lewat karena masuk sekolah, batas usia sudah tujuh tahun," papar dia. Sebagai "orang pendidikan", ia juga mengharapkan agar cara mendidik anak melalui dongeng sebelum tidur sebenarnya cara sangat tepat selain melalui sikap/teladan orangtua.
"Misalnya, kita akan menceritakan tokoh-tokoh yang bijaksana, berbudi, serta orang-orang jahat. Jadi, pesan moral yang kita sampaikan di dalam dongeng termasuk cara pendidikan yang tepat. Namun, dengan perkembangan sekarang, anak kita manjakan dengan menonton TV dan game," kata dia.
Pihaknya berjanji bahwa, dalam peringatan Hardiknas di tahun-tahun yang akan datang, mereka terus mengisinya dengan berbagai acara yang benar-benar bermanfaat bagi dunia pendidikan, bukan sekadar acara seremonial dan hura-hura.
     Children raised by relatives face greater health risk (anak yang diasuh oleh kaum kerabat/bukan orangtuanya sendiri menghadapi resiko kesehatan yang lebih besar).
     Perkawinan dan berkeluarga adalah konsep purba yang sudah ada sejak zaman Adam dan Hawa. Karena sifatnya yang purba, beberapa prinsip dalam berkeluarga tetap berlaku dari dulu sampai kapanpun. Salah satu prinsip yang (menurut saya) tidak berubah adalah kewajiban pengasuhan anak yang ada di tangan orangtua.
Tidak dipungkiri memang ada prinsip yang berubah, misalnya posisi sebagai breadwinner (pencari nafkah) dan homemaker (ibu rumah tangga); kalau dulu lelaki berperan sebagai breadwinner dan perempuan sebagai homemaker, tapi sekarang dua-duanya sebagai breadwinner (dan pembantu sebagai homemaker, hehe). Walaupun demikian, saya yakin sidang pembaca sepakat dengan saya bahwa prinsip "mengasuh anak adalah kewajiban orangtua" tidak berubah sampai kapanpun.
    Rentak kehidupan "modern" memaksa ayah dan ibu untuk mencari nafkah di luar rumah. Seratus atau lima puluh tahun lalu mungkin cukup ayah saja yang bekerja di luar rumah dengan gaji yang cukup untuk hidup sekeluarga. Ibu bekerja di rumah mengasuh anak dengan penuh kasih sayang.
     Tapi saat ini?
Economy 101. Angka inflasi naik mengikuti garis logaritma, sedangkan gaji cuma naik mengikuti garis linear. Akibatnya, keluarga yang hidup di kota-kota besar harus mengandalkan pendapatan dari dua orang ayah dan ibu. Bagaimana dengan pengasuhan anak? Pembantu atau kaum kerabat adalah solusinya.
     Dalam jangka pendek, menyerahkan pengasuhan anak kepada pembantu dan kaum kerabat adalah solusi yang masuk akal. Pembantu tinggal di rumah kita, sehingga anak tetap akan merasa at home. Kalaupun dititipkan di rumah ibu mertua, kita merasa yakin ibu mertua akan menjaga anak kita seperti mereka dulu menjaga kita. Itu semua adalah justifikasi yang sengaja kita ciptakan untuk menghapus perasaan bersalah meninggalkan anak dari pagi buta sampai malam kelam.
    Satu lagi justifikasi: ayah-ibu membanting tulang bekerja untuk masa depan anak.
Dalam artikel yang judulnya dikutip di atas, terungkap bahwa anak yang dititipkan kepada orang lain (pembantu atau kaum kerabat) berpotensi mengalami gangguan kesehatan, baik jasmani maupun mental. Memang masuk akal, karena tidak ada seorangpun yang bisa mengasuh anak kita dengan kualitas asuhan terbaik selain kita sendiri, tidak peduli apakah dia itu pembantu dengan jam terbang 30 tahun atau ibu mertua kita.
    Karena anak kita adalah darah daging kita sendiri. Kita adalah orang yang paling memahami dia, yang paling bisa merasakan sakit dan gembiranya dia.
     Seratus tahun lalu dunia memang tidak glamour. Tidak ada shopping mall, tidak ada sinetron dan infotainment yang ditayangkan bertalu-talu, tidak ada video games, tetapi hidup yang simpel itu lebih bisa menjamin si anak tidak terputus suplai kasih sayang dari orangtuanya, 24 jam sehari 7 hari seminggu.
    Dunia sekarang lebih glamour, tetapi kemewahan itu harus dibayar mahal dengan hilangnya kasih sayang yang menjadi hak anak. Pembantu menjadi bisnis wangi karena sebuah keluarga "modern" pasti kolaps tanpa pembantu. Sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang, anak-anak produk pengasuhan pembantu dan ibu mertua akan menjadi pemimpin dan orang berpengaruh di lingkungan kita. Kualitas pribadi apa yang akan mereka tunjukkan? Kita tidak tahu.
   Kehidupan modern memang kejam. Jika ada mesin waktu, ingin rasanya kembali ke era seratus tahun lalu… 
    Psikolog Nur Janah Nitura mengatakan, anak yang diasuh kedua orangtuanya secara bersama-sama lebih cerdas dibandingkan anak yang hanya diasuh orangtua tunggal.
    "Anak yang diasuh oleh ibu bapaknya secara bersama-sama lebih cerdas dibandingkan anak yang hanya di asuh oleh ibu atau bapaknya saja," kata pimpinan Yayasan Psikodista itu di Banda Aceh.
    Nur Janah mengatakan, berdasarkan penelitian kecerdasan anak yang diasuh kedua orangtuanya mencapai 10-15 poin.
    Kecerdasan menurutnya adalah kemampuan belajar dari pengalaman dan penyesuaian dengan lingkungan. Kecerdasan terdiri dari kecerdasan linguistik yaitu kemampuan untuk berbicara atau menulis dengan baik.
    Selain itu juga kecerdasan logika matematika yaitu kemampuan untuk berpikir logis atau berhitung. Kecerdasan visual-spasial yaitu kemampuan untuk menggambar ruang, mengambil dan menciptakan gambar.
   Di samping itu juga terdapat kecerdasan musikal untuk menyusun komponen lagu, menyanyi dan bermain alat musik serta kecerdasan fisik kinestetik yaitu kemampuan untuk menggunakan tangan dan tubuh.
   Kecerdasan berupa interpersonal atau sosial yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain serta kecerdasan interpersonal atau intuisi yaitu kemampuan mengelola perasaan yang mendalam.
   Berbagai jenis kecerdasan itu harus seimbang dan diasah terutama oleh kedua orangtua, sehingga anak benar-benar tumbuh menjadi orang yang cerdas baik fisik maupun mental.

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK KESEHATAN MENTAL (MENTAL HYGIENE)

Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulnya kerusakan mental atau malajudjusment. Kesehatan mental terkait dengan 
(1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari;
 (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan
 (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. kesehatan mental meliputi upaya-upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang lain, dan mengambil keputusan.
Kesehatan mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
  1. Hadfield : ”upaya memeliharaan mental yang sehat dan mencegah agar mentak tidak sakit”. 
  2. Alexander Schneiders : ”suatu seni yang praktis dalam mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental dan penyesuaian diri, serta pencegahan dari gangguan-gangguan psikologis”. 
  3. Carl Witherington : ”ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan teknik dalam mengembangkan mental yang sehat”.
KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
1. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
  1. Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak. 
  2. Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.